Konsep Sistem
Pendukung Keputusan (SPK) / Decision Support Sistem (DSS) pertama kali
diungkapkan pada awal tahun 1970-an oleh Michael S. Scott Morton dengan istilah
Management Decision Sistem. Sistem tersebut adalah suatu sistem yang
berbasis komputer yang ditujukan untuk membantu pengambil keputusan dengan
memanfaatkan data dan model tertentu untuk memecahkan berbagai persoalan yang
tidak terstruktur.Istilah SPK mengacu pada suatu sistem yang memanfaatkan
dukungan komputer dalam proses pengambilan keputusan.
Beberapa
Definisi Lain dari Sistem Penunjang Keputusan
1.
Little
(1970)
Sistem pendukung
keputusan adalah sebuah himpunan/kumpulan prosedur berbasis model untuk
memproses data dan pertimbangan untuk membantu manajemen dalam pembuatan
keputusannya.
2. Alter (1990)
2. Alter (1990)
membuat definisi sistem
pendukung keputusan dengan memabandingkannya dengan sebuah sistem pemrosesan
data elektronik (PDE) / Electronic Data Processing tradisional dalam 5 hal :
SPK
Penggunaan :Aktif
Pengguna :Manajemen
Tujuan :Efektifitas
Time horizon :Sekarang
dan masa depan
Kelebihan :
Fleksibilitas
PDE
Penggunaan : Pasif
Pengguna :
Operator/Pegawai
Tujuan : Efisiensi
Mekanis
Time horizon :Masa Lalu
Kelebihan :Konsistensi
3. Keen (1980)
Sistem pendukung
keputusan adalah sistem berbasis komputer yang dibangun lewat sebuah proses
adaptif dari pembelajaran, pola-pola penggunan dan evolusi sistem.
4. Bonczek (1980)
4. Bonczek (1980)
Sistem pendukung
keputusan sebagai sebuah sistem berbasis komputer yang terdiri atas komponen-komponen
antara lain komponen sistem bahasa (language), komponen sistem pengetahuan
(knowledge) dan komponen sistem pemrosesan masalah (problem processing) yang
saling berinteraksi satu dengan yang lainnya.
5. Hick (1993)
Sistem pendukung
keputusan sebagai sekumpulan tools komputer yang terintegrasi yang mengijinkan
seorang decision maker untuk berinteraksi langsung dengan komputer untuk
menciptakan informasi yang berguna dalam membuat keputusan semi terstruktur dan
keputusan tak terstruktur yang tidak terantisipasi.
6. Man dan Watson
Sistem pendukung
keputusan merupakan suatu sistem yang interaktif, yang membantu pengambil
keputusan melalui penggunaan data dan model-model keputusan untuk memecahkan
masalah yang sifatnya semi terstruktur maupun yang tidak terstruktur.
7. Moore and Chang
7. Moore and Chang
Sistem pendukung
keputusan dapat digambarkan sebagai sistem yang berkemampuan mendukung analisis
ad hoc data, dan pemodelan keputusan, berorientasi keputusan, orientasi
perencanaan masa depan, dan digunakan pada saat-saat yang tidak biasa.
8. Bonczek (1980)
Sistem pendukung
keputusan sebagai sebuah sistem berbasis komputer yang terdiri atas
komponen-komponen antara lain komponen sistem bahasa (language), komponen
sistem pengetahuan (knowledge) dan komponen sistem pemrosesan masalah.
9. Turban & Aronson (1998)
Sistem penunjang
keputusan sebagai sistem yang digunakan untuk mendukung dan membantu pihak
manajemen melakukan pengambilan keputusan pada kondisi semi terstruktur dan
tidak terstruktur. Pada dasarnya konsep DSS hanyalah sebatas pada kegiatan
membantu para manajer melakukan penilaian serta menggantikan posisi dan peran
manajer.
10. Raymond McLeod, Jr. (1998)
10. Raymond McLeod, Jr. (1998)
Sistem pendukung
keputusan merupakan sebuah sistem yang menyediakan kemampuan untuk penyelesaian
masalah dan komunikasi untuk permasalahan yang bersifat semi-terstruktur.
Macam
– Macam Metode Sisem Penunjang Keputusan
1. Metode
Sistem pakar
2. Metode
Regresi linier
3. Metode
B/C Ratio
4. Metode
AHP
5. Metode
IRR
6. Metode
NPV
7. Metode
FMADM
8. Metode
SAW
Pengertian
Metode AHP
Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L.
Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk
mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan
menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan
tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu
susunan hirarki, member nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang
pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk
menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan
bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode AHP ini
membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki
kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai
pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga
menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai
persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil
yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang
dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat. (Saaty, 1993).
Proses hierarki adalah suatu model yang memberikan kesempatan
bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan
persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh
pemecahan yang diinginkan darinya. Ada dua alasan utama untuk menyatakan suatu tindakan akan
lebih baik dibanding tindakan lain. Alasan yang pertama adalah
pengaruh-pengaruh tindakan tersebut kadang-kadang tidak dapat dibandingkan
karena sutu ukuran atau bidang yang berbeda dan kedua, menyatakan bahwa
pengaruh tindakan tersebut kadang-kadang saling bentrok, artinya perbaikan
pengaruh tindakan tersebut yang satu dapat dicapai dengan pemburukan lainnya.
Kedua alasan tersebut akan menyulitkan dalam membuat ekuivalensi antar pengaruh
sehingga diperlukan suatu skala luwes yang disebut prioritas.
Prinsip
Dasar dan Aksioma AHP
AHP didasarkan atas 3 prinsip dasar yaitu:
1. Dekomposisi
Dengan prinsip ini struktur masalah yang kompleks dibagi
menjadi bagian-bagian secara hierarki. Tujuan didefinisikan dari yang umum
sampai khusus. Dalam bentuk yang paling sederhana struktur akan dibandingkan
tujuan, kriteria dan level alternatif. Tiap himpunan alternatif mungkin akan
dibagi lebih jauh menjadi tingkatan yang lebih detail, mencakup lebih banyak
kriteria yang lain. Level paling atas dari hirarki merupakan tujuan yang
terdiri atas satu elemen. Level berikutnya mungkin mengandung beberapa elemen,
di mana elemen-elemen tersebut bisa dibandingkan, memiliki kepentingan yang
hampir sama dan tidak memiliki perbedaan yang terlalu mencolok. Jika perbedaan
terlalu besar harus dibuatkan level yang baru.
2. Perbandingan penilaian/pertimbangan (comparative
judgments).
Dengan prinsip ini akan dibangun perbandingan berpasangan
dari semua elemen yang ada dengan tujuan menghasilkan skala kepentingan relatif
dari elemen. Penilaian menghasilkan skala penilaian yang berupa angka.
Perbandingan berpasangan dalam bentuk matriks jika dikombinasikan akan
menghasilkan prioritas.
3. Sintesa Prioritas
Sintesa prioritas dilakukan dengan mengalikan prioritas
lokal dengan prioritas dari kriteria bersangkutan di level atasnya dan
menambahkannya ke tiap elemen dalam level yang dipengaruhi kriteria. Hasilnya
berupa gabungan atau dikenal dengan prioritas global yang kemudian digunakan
untuk memboboti prioritas lokal dari elemen di level terendah sesuai dengan
kriterianya.
AHP didasarkan atas 3 aksioma utama yaitu :
1. Aksioma Resiprokal
Aksioma ini menyatakan jika PC (EA,EB) adalah sebuah
perbandingan berpasangan antara elemen A dan elemen B, dengan memperhitungkan C
sebagai elemen parent, menunjukkan berapa kali lebih banyak properti yang
dimiliki elemen A terhadap B, maka PC (EB,EA)= 1/ PC (EA,EB). Misalnya jika A 5
kali lebih besar daripada B, maka B=1/5 A.
2. Aksioma Homogenitas
Aksioma ini menyatakan bahwa elemen yang dibandingkan tidak
berbeda terlalu jauh. Jika perbedaan terlalu besar, hasil yang didapatkan
mengandung nilai kesalahan yang tinggi. Ketika hirarki dibangun, kita harus
berusaha mengatur elemen-elemen agar elemen tersebut tidak menghasilkan hasil
dengan akurasi rendah dan inkonsistensi tinggi.
3. Aksioma Ketergantungan
Aksioma ini menyatakan bahwa prioritas elemen dalam hirarki
tidak bergantung pada elemen level di bawahnya. Aksioma ini membuat kita bisa
menerapkan prinsip komposisi hirarki.
Kelebihan
dan Kekurangan dalam Metode AHP
Kelebihan :
1. Struktur yang
berhierarki sebagai konskwensi dari kriteria yang dipilih sampai pada sub-sub
kriteria yang paling dalam.
2. Memperhitungkan
validitas sampai batas toleransi inkonsentrasi sebagai kriteria dan alternatif
yang dipilih oleh para pengambil keputusan.
3.
Memperhitungkan daya tahan atau
ketahanan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan.
Metode “pairwise comparison” AHP mempunyai kemampuan
untuk memecahkan masalah yang diteliti multi obyek dan multi kriteria yang
berdasar pada perbandingan preferensi dari tiap elemen dalam hierarki. Jadi model ini
merupakan model yang komperehensif. Pembuat keputusan menetukan pilihan atas
pasangan perbandingan yang sederhana, membengun semua prioritas untuk urutan
alternatif. “ Pairwaise comparison” AHP mwenggunakan data yang ada
bersifat kualitatif berdasarkan pada persepsi, pengalaman, intuisi sehigga
dirasakan dan diamati, namun kelengkapan data numerik tidak menunjang untuk
memodelkan secara kuantitatif.
Kelemahan :
1.
Ketergantungan
model AHP pada input utamanya.
Input utama ini berupa
persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas sang ahli
selain itu juga model menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan
penilaian yang keliru.
2.
Metode AHP ini hanya metode matematis
tanpa ada pengujian secara statistik
sehingga tidak ada
batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk
Tahapan
Dalam Metode AHP
Langkah-langkah
AHP
Langkah
– langkah dan proses Analisis Hierarki Proses (AHP) adalah sebagai
berikut
1. Memdefinisikan
permasalahan dan penentuan tujuan. Jika AHP digunakan untuk memilih alternatif
atau menyusun prioriras alternatif, pada tahap ini dilakukan pengembangan
alternatif.
2. Menyusun masalah
kedalam hierarki sehingga permasalahan yang kompleks dapat ditinjau dari sisi
yang detail dan terukur.
3. Penyusunan prioritas
untuk tiap elemen masalah pada hierarki. Proses ini menghasilkan bobot atau
kontribusi elemen terhadap pencapaian tujuan sehingga elemen dengan bobot
tertinggi memiliki prioritas penanganan. Prioritas dihasilkan dari suatu
matriks perbandinagan berpasangan antara seluruh elemen pada tingkat hierarki
yang sama.
4. Melakukan
pengujian konsitensi terhadap perbandingan antar elemen yang didapatan pada
tiap tingkat hierarki.
1. Pengambilan data
dari obyek yang diteliti.
2.
Menghitung data dari bobot perbandingan berpasangan responden dengan metode
“pairwise
comparison” AHP berdasar hasil kuisioner.
3. Menghitung
rata-rata rasio konsistensi dari masing-masing responden.
4.
Pengolahan dengan metode “pairwise comparison” AHP.
5. Setelah
dilakukan pengolahan tersebut, maka dapat disimpulkan adanya konsitensi dengan tidak, bila data tidak konsisten maka
diulangi lagi dengan pengambilan data seperti semula, namun bila sebaliknya
maka digolongkan data terbobot yang selanjutnya dapat dicari nilai beta (b).
Contoh
Kasus
Adi berulang tahun yang ke-17, Kedua orang tuanya
janji untuk membelikan sepeda motor sesuai yang di inginkan Adi. Adi memiliki
pilihan yaitu motor Ninja, Tiger dan Vixsion . Adi memiliki criteria dalam
pemilihan sepeda motor yang nantinya akan dia beli yaitu : sepeda motornya
memiliki desain yang bagus, berkualitas serta irit dalam bahan bakar.
Penyelesaian :
1.
Tahap
pertama
Menentukan botot dari masing – masig kriteria.
Desain lebih penting 2 kali dari pada Irit
|
Desain lebih penting 3 kali dari pada Kualitas
|
Irit lebih penting 1.5 kali dari pada kualitas
|
Pair Comparation Matrix
Kriteria
|
Desain
|
Irit
|
Kualitas
|
Priority Vector
|
Desain
|
1
|
2
|
3
|
0,5455
|
Irit
|
0,5
|
1
|
1,5
|
0,2727
|
Kualitas
|
0,333
|
0,667
|
1
|
0,1818
|
Jumlah
|
1,833
|
3,667
|
5,5
|
1,0000
|
Pricipal Eigen Value (max)
|
3,00
|
|||
Consistency Index (CI)
|
0
|
|||
Consistency Ratio (CR)
|
0,0%
|
Dari gambar diatas, Prioity Vector (kolom paling
kanan) menunjukan bobot dari masing-masing kriteria, jadi dalam hal ini
Desain merupakan bobot tertinggi/terpenting menurut Adi, disusul Irit dan yang
terakhir adalah Kualitas.
Cara membuat table seperti di atas
- Untuk
perbandingan antara masing – masing kriteria berasal dari bobot yang telah
di berikan ADI pertama kali.
- Sedangkan
untuk Baris jumlah, merupakan hasil penjumalahan vertikal dari masing –
masing kriteria.
- Untuk
Priority Vector di dapat dari hasil penjumlahan dari semua sel
disebelah Kirinya (pada baris yang sama) setelah terlebih dahulu dibagi
dengan Jumlah yang ada
dibawahnya, kemudian hasil penjumlahan tersebut dibagi dengan angka 3.
- Untuk
mencari Principal Eigen Value (lmax)
Rumusnya adalah
menjumlahkan hasil perkalian antara sel pada baris jumlah dan sel
pada kolom Priority Vector
- Menghitung Consistency Index (CI) dengan rumus
CI = (lmax-n)/(n-1)
- Sedangkan
untuk menghitung nilai CR
- Menggunakan
rumuas CR = CI/RI , nilai RI didapat dari
n
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
RI
|
0
|
0
|
5,8
|
0,9
|
1,12
|
1,24
|
1,32
|
1,41
|
1,45
|
1,49
|
Jadi untuk n=3,
RI=0.58.
Jika hasil perhitungan CR lebih kecil atau sama dengan 10% , ketidak konsistenan masih bisa diterima, sebaliknya jika lebih besar dari 10%, tidak bisa diterima.
Jika hasil perhitungan CR lebih kecil atau sama dengan 10% , ketidak konsistenan masih bisa diterima, sebaliknya jika lebih besar dari 10%, tidak bisa diterima.
2.
Tahap
Kedua
Kebetulan teman ADI memiliki teman yang memiliki
motor yang sesuai dengan pilihan ADI. Setelah Adi mencoba motor temannya
tersebut adi memberikan penilaian ( disebut sebagai pair-wire comparation)
Desain lebih penting 2 kali dari pada Irit
|
Desain lebih penting 3 kali dari pada Kualitas
|
Irit lebih penting 1.5 kali dari pada kualitas
|
Ninja 4
kali desainnya lebih baik daripada tiger
|
Ninja 3
kali desainnya lebih baik dari pada vixsion
|
tiger 1/2 kali desainnya lebih baik dari pada
Vixsion
|
Ninja 1/3 kali lebih irit daripada tiger
|
Ninja 1/4 kali
lebih irit dari pada vixsion
|
tiger 1/2 kali lebih irit dari pada Vixsion
|
Berdasarkan penilaian tersebut maka dapat di buat
table (disebut Pair-wire comparation matrix)
Desain
|
Ninja
|
Tiger
|
Vixsion
|
Priority Vector
|
Ninja
|
1
|
4
|
3
|
0,6233
|
Tiger
|
0,25
|
1
|
0,5
|
0,1373
|
Vixsion
|
0,333
|
2
|
1
|
0,2394
|
Jumlah
|
1,583
|
7
|
4,5
|
1,0000
|
Pricipal Eigen Value (max)
|
3,025
|
|||
Consistency Index (CI)
|
0,01
|
|||
Consistency Ratio (CR)
|
2,2%
|
Irit
|
Ninja
|
Tiger
|
Vixsion
|
Priority Vector
|
Ninja
|
1
|
0,333
|
0,25
|
0,1226
|
Tiger
|
3
|
1
|
0,5
|
0,3202
|
Vixsion
|
4
|
2
|
1
|
0,5572
|
Jumlah
|
8
|
3,333
|
1,75
|
1,0000
|
Pricipal Eigen Value (max)
|
3,023
|
|||
Consistency Index (CI)
|
0,01
|
|||
Consistency Ratio (CR)
|
2,0%
|
Irit
|
Ninja
|
Tiger
|
Vixsion
|
Priority Vector
|
Ninja
|
1,00
|
0,010
|
0,10
|
0,0090
|
Tiger
|
100,00
|
1,00
|
10,0
|
0,9009
|
Vixsion
|
10,00
|
0,100
|
1,0
|
0,0901
|
Jumlah
|
111,00
|
1,11
|
11,10
|
1,0000
|
Pricipal Eigen Value (max)
|
3
|
|||
Consistency Index (CI)
|
0
|
|||
Consistency Ratio (CR)
|
0,0%
|
3.
Tahap
ketiga
Setelah mendapatkan bobot untuk ketiga kriteria dan
skor untuk masing-masing kriteria bagi ketiga motor pilihannya, maka langkah
terakhir adalah menghitung total skor untuk ketiga motor tersebut. Untuk
itu ADI akan merangkum semua hasil penilaiannya tersebut dalam bentuk tabel
yang disebut Overall composite weight, seperti berikut.
Overall composit
weight
|
weight
|
Ninja
|
Tiger
|
Vixsion
|
Desain
|
0,5455
|
0,6233
|
0,1373
|
0,2394
|
Irit
|
0,2727
|
0,1226
|
0,3202
|
0,5572
|
Kualitas
|
0,1818
|
0,0090
|
0,9009
|
0,0901
|
Composit Weight
|
0,3751
|
0,3260
|
0,2989
|
Cara membuat Overall Composit weight adalah
- Kolom Weight diambil dari kolom Priority Vektor dalam matrix
Kriteria.
- Ketiga kolom lainnya (Ninja, Tiger dan Vixsion) diambil dari kolom Priority
Vector ketiga matrix Desain, Irit dan Kualitas.
- Baris Composite Weight diperoleh dari
jumlah hasil perkalian sel diatasnya dengan weight.
Berdasarkan table di atas maka dapat di ambil
kesimpulan bahwa yang memiliki skor paling tinggi adalah Ninja yaitu 0,3751 ,
sedangkan disusul tiger dengan skor 0,3260 dan yang terakhir adalah Vixsion
dengan skor 0,2989. Akhirnya Adi akan membeli motor Ninja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar